Reagen di RS Papua Barat Menipis

Manokwari – Rumah Sakit Provinsi Papua Barat menutup sementara layanan pemeriksaan “real time polymerase chain reaction (RT-PCR)” bagi warga pelaku perjalanan di ibukota provinsi itu sejak Kamis karena persediaan reagen menipis.

Direktur Rumah Sakit (RS) provinsi Papua Barat dokter Arnold Tiniap di Manokwari, Kamis, mengatakan saat ini cadangan Reagen atau Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di rumah sakit rujukan pasien COVID-19 itu makin menipis sementara jumlah pasien COVID-19 terus bertambah.

“Cadangan BMHP reagen sebagai pereaksi kimia pemeriksaan RT-PCR mulai menipis, sehingga kami putuskan tutup sementara bagi pelaku perjalanan. Bahan yang ada, kita konsentrasikan untuk memeriksa warga yang bergejala dan punya kontak erat dengan pasien positif,” kata dokter Arnold Tiniap.

Arnold Tiniap mengakui, bahwa cadangan reagen di RS Papua Barat saat ini hanya mampu bertahan atau habis pakai dalam waktu sepuluh hari ke depan, sementara pemesanan tambahan BMHP untuk provinsi ini harus dianggarkan lagi dalam APBD Perubahan.

“Cadangan reagen kita saat ini sekira 2.000 lebih. Jumlah itu diprediksi digunakan dalam sepuluh hari ke depan. Sedangkan pemesanan belum bisa dilakukan karena menunggu anggaran dalam perubahan APBD tahun ini,” kata Tiniap.

Untuk mengantisipasi kekosongan Reagen ini, Tiniap mengatakan telah menyurati Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementerian Kesehatan RI.

“Sejak awal cadangan BMHP reagen di RS Papua Barat sudah dipesan untuk keperluan hingga bulan Desember, namun peningkatan kasus sejak Juni lalu sehingga pemakaian BMHP pun meningkat dan mulai menipis sebelum bulan Desember,” ujarnya.

Untuk keperluan pelaku perjalanan, Arnold mengaku sudah berkoordinasi dengan Karantina Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas III Manokwari. Pasalnya, sebagian daerah mensyaratkan hasil RT-PCR sebagai dokumen perjalanan.

“Kepada pelaku perjalanan, kami sarankan menggunakan bukti pemeriksaan Antigen dari Manokwari. Pemeriksaan RT-PCR bisa dilakukan di tempat tujuan. Ini sudah kami koordinasi dengan pihak KKP,” kata dokter Arnold Tiniap. (Ant)