Bupati Kaimana : Mustahil naikan IPM hanya mengandalkan APBD

Manokwari – Bupati Kaimana, Papua Barat Freddy Thie menyebut sangat mustahil meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah itu dengan hanya mengandalkan pembiayaan dari Anggaran, Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Ketika bicara soal IPM, Provinsi Papua dan Papua Barat selalu ada urutan paling terakhir. Saya mau katakan bahwa kita tidak bisa hanya mengandalkan APBD baik kabupaten maupun provinsi untuk menaikkan IPM, itu paling hanya bisa naik nol koma sekian persen,” kata Freddy saat dihubungi ANTARA dari Manokwari, Rabu.

Freddy membandingkan IPM Provinsi Papua dan Papua Barat dengan sejumlah provinsi di Pulau Kalimantan, dimana Papua sangat jauh tertinggal.

“Kita lihat di Kalimantan, angkanya bisa di atas 70, tapi Papua Barat sampai sekarang baru 65,” ujarnya.

Menurut dia, salah satu kunci utama untuk mendongkrak IPM yaitu membangun sebanyak mungkin investasi, terutama industri di Papua.

Terkait hal itu, Freddy berharap Gubernur Papua dan Papua Barat memiliki sikap tegas agar semua perusahaan yang beroperasi dan berinvestasi di Papua harus membangun industri di Tanah Papua.

“Kenapa harus bangun industri smelter di Gresik, kalau itu dibangun di Tanah Papua maka sudah tentu akan ada infrastruktur yang dibangun, ada ketersediaan lapangan kerja, lalu pasti akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat,” ujar Freddy yang berlatar belakang sebagai seorang pengusaha itu.

Ia mencontohkan salah satu kebijakan yang cukup merugikan di Kabupaten Kaimana terkait pengoperasian perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

“Kami Kabupaten Kaimana merupakan salah satu penghasil kayu karena punya hutan sangat luas, tapi kayu-kayu log dikirim ke luar. Kalau kayu-kayu itu diolah di Kaimana, tentu ada lapangan kerja yang tersedia, sudah tentu ada perputaran uang di situ dan yang lebih penting harga barang secara otomatis akan turun,” jelasnya.

Sebelum mencalonkan diri sebagai Bupati Kaimana pada 2021 berpasangan dengan Hasbullah Furuada, Freddy merupakan seorang pengusaha yang memiliki kapal kargo pengangkut barang dari Surabaya dan Makassar ke Kaimana.

Kapal-kapal kargo dari Surabaya dan Makassar ke Kaimana biasanya selalu penuh terisi muatan, namun pada saat kembali tidak ada muatan yang diangkut oleh kapal-kapal itu

“Misalkan sekali berlayar harus bayar Rp10 juta per konteiner, maka pengusaha harus bayar Rp20 juta karena sudah termasuk hitungan ongkos saat kembali. Kelebihan ongkos inilah yang nantinya diperhitungkan pada penetapan harga barang yang akan dijual. Tapi kalau ada muatan seperti ikan, hasil bumi, kayu dan lain-lain yang akan dibawa kembali ke Jawa maka tentu harga barang akan semakin murah,” ujarnya.

Selain mendorong pertumbuhan investasi dan industri di Papua, Freddy juga berharap Upah Minimum Provinsi (UMP) di Papua dan Papua Barat dinaikkan hingga Rp4 juta per bulan.

Saat ini UMP dan UMK di semua daerah di Papua Barat masih berkisar Rp3,2 juta per bulan.

“Kalau UMP hanya Rp3,2 juta per bulan, orang mau hidup bagaimana. Untuk beli makan saja mungkin tidak cukup, belum lagi untuk sekolah anak, asuransi kesehatan, apalagi mau bangun rumah dan belanja berbagai kebutuhan lainnya,” jelasnya.

Freddy menilai berbicara IPM bukan hanya sekedar mencakup satu dua komponen, tetapi mencakup banyak aspek karena berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia. (Ant)